Dec
20
2009

Mengarungi Pasar Lewat Pendekatan Horisontal

bnus4Kamis, 3 Desember 2009 | 10:01 WIB

KOMPAS.com – Di artikel-artikel sebelumnya kami sudah membahas bahwa PDB (Positioning, Differentiation dan Branding) yang ‘vertikal’ itu sudah tidak cukup lagi. Harus dihorisontalkan menjadi Triple C! Positioning menjadi Clarification, Differentiation jadi Codification dan Brand jadi Character.

Setelah melihat satu per satu inisiatif-insiatif yang diambil oleh kedai kopinya Paman Howie yang bernama Starbucks untuk menerapkan prinsip New Wave, selanjutnya kita perlu melihat tepatnya bagaimanakah Triple C dari Starbucks, dalam hal ini bagaimana ia mengklarifikasikan apa gunanya Starbucks buat komunitas, bagaimana ia mengkodifikasikan DNA sesungguhnya yang betul-betul otentik, dan juga membangun karakternya yang sempat menghilang. Analisa Triple-C ini akan mengungkapkan bagaimana strategi Starbucks dalam menghadapi pasar, terutama di era horizontal ini.

Starbucks selalu mengklarifikasikan diri diri sebagai ”the third place for coffee” atau tempat ketiga untuk menikmati kopi, setelah rumah dan kantor. Dengan klarifikasi ini, Starbucks mencoba untuk jujur dengan menyatakan bahwa mereka tidak berkompetisi dengan kopi yang disajikan di rumah yang mungkin merupakan ritual keluarga ataupun dengan kopi di tempat kerja yang bagian dari suatu kebutuhan. Sehingga cukup jelas komunitas yang ingin diklarifikasi oleh Starbucks, yaitu kelompok sosial yang gemar berkumpul di luar kantor dan rumah.

Sedangkan DNA Starbucks terkodifikasi, berpusat pada ”The Starbucks Experience”. Inilah DNA code dari Starbucks yang tidak dapat ditiru dengan mudah oleh kompetitor karena terbentuk selama bertahun-tahun sejak perusahaan ini mulai dikelola oleh Paman Howie . Kodifikasi inilah yang menjadi kunci yang membedakan sampai mengakar antara Starbucks dan kompetitornya.

Starbucks memang sempat nyaris lupa diri dengan melupakan kodifikasinya ini. Setelah Paman Howie mengundurkan diri sebagai CEO pada tahun 2000, fokus perusahaan lebih diarahkan pada pertumbuhan dan diversifikasi usaha. Era pertumbuhan Starbucks yang dipimpin oleh Orin Smith dan Jim Donald ini memang membawa hasil yang signifikan. Jumlah outlet Starbucks di dunia mencapai puluhan ribu. Tapi pada era ini, sepertinya perusahaan melupakan fokusnya pada “The Starbucks Experience”.

Tanpa ada pembeda yang kuat antara Starbucks dan kompetitor-nya, perusahaan ini mengalami banyak ancaman. Dengan munculnya kopi premium dari McDonalds dan Dunkin Donuts, posisi Starbucks sebagai “the third place” tidak lagi solid. Saat pembeli melihat bahwa kualitas kopi yang ditawarkan kompetitor tidak jauh berbeda dengan Starbucks, pembeli kehilangan motivasi untuk membeli produknya yang memang dijual dengan harga premium itu. Starbucks saat itu seperti melupakan bahwa “The Starbucks Experience” adalah salah satu alasan utama para pembelinya mencintai kopi yang sering disebut over-priced itu.

Kodifikasi inilah yang akhirnya dibangkitkan kembali oleh Paman Howie saat dia memutuskan untuk kembali menjadi CEO perusahaan dan memecat Jim Donald pada awal 2008. Secara gamblang menyatakan bahwa Starbucks sudah menjadi “korporasi tak berjiwa” dan fokus utama dia adalah mengembalikan “The Starbucks Experience” dan menghentikan komoditisasi yang sedang terjadi terhadap brand yang dibesarkannya ini.

Karakter Starbucks memang mencerminkan apa yang menjadi ambisi dari Paman Howie, yaitu perusahaan yang berada pada keseimbangan antara profitability (keuntungan) dan benevolece (kedermawanan). Itulah mengapa aktivisme sosial sangat penting bagi perusahaan ini. Dan seperti telah dibahas dibahas sebelumnya, karakter ini

Sebuah kutipan dari Paman Howie mungkin bisa menyimpulkan tulisan studi kasus ini, sekaligus menunjukkan bagaimana pemipin Starbucks ini melihat perusahaannya di tengah kompetisi: “Kami tidak memiliki hak paten atas apa yang kami lakukan dan apa pun yang kami jalankan dapat ditiru oleh siapapun. Tapi mereka tidak mungkin bisa meniru jiwa dan hati nurani perusahaan.”

sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/12/03/10010574/mengarungi.pasar.lewat.pendekatan.horisontal


Pembahasan


starbucks-logo

Unsur knowledge management sangat kental pada wacana diatas. Pada era new wave, PDB (Positioning, Differentiation dan Branding) memang tidak lagi menjadi patokan yang kuat. Oleh karena itu perusahaan banyak yang berali ke Triple C! , Positioning menjadi Clarification, Differentiation jadi Codification dan Brand jadi Character. Pada awalnya Starbucks fokus terhadap jati diri mereka, yaitu sebagai the third place for coffee”, dimana mereka jujur, bahwa merekalah tempat ketikga untuk menikmati coffe setelah dirumah dan di kantor. Unsur ini yang menjadikan jati diri Starbucks, ditambah dengan kodifikasi “The Starbucks Experience”, dimana Starbucks telah didirikan bertahun-tahun, tidak seperti kompetitor lainnya. Unsur coffee starbucks yang premium tidak terkalahkan semasa itu. Paman Howie merupakan CEO terbaik yang pernah dimiliki Starbucks.


Sangat disayangkan ketika terjadi pergantian CEO, dimana Knowledge Management yang diterapkan oleh Paman Howie berubah arah dan jati diri ketika Starbucks dipegang oleh Orin Smith dan Jim Donald. Orin Smith dan Jim Donald lebih memfokuskan pada penyebaran sayap dan distrubusi secara global, dimana Starbucks memiliki lebih banyak outlet di dunia, sehingga hal ini kehilangan jati diri dari Starbucks sendiri. Hal ini menjadikan Starbucks tidak berbeda jauh dengan kompetitor yang baru dilahirkan, dimana cita rasa premium nya hilang karena proses perluasan secara besar-besaran tersebut. Pergantian CEO dapat memberikan dampak yang sangat signifikan, apabila unsur Knowledge Management tidak dikelola secara baik.


Oleh karena itu, Paman Howie kembali memimpin Starbucks, dan memecat Jim Donald di tahun 2008. Harga sebuah orisinalitas merupakan kunci yang sangat penting dalam pemasaran produk. Hal ini dipegang dan dimengerti dengan baik oleh Paman Howie, dimana jiwa dan nurani perusahaan Starbucks, merupakan aspek yang sangat sulit ditiru oleh kompetitor lainnya.

Written by oktorio in: Case Study |

No Comments »

RSS feed for comments on this post. TrackBack URL


Leave a Reply

Powered by WordPress. Theme: TheBuckmaker. Zinsen, Streaming Audio